Suatu hari, ada seorang pemuda
berlibur ke rumah neneknya di desa. Saat tiba di sana, setelah melepas rindu
dan beristirahat sejenak, neneknya menghidangkan sepiring irisan buah mangga
yang menggiurkan warna dan aromanya.
“Wah, mangganya harum dan manis
sekali, Nek. Sedang musim ya? Saya sudah lama sekali tidak menjenguk nenek, sehingga
tidak tahu kalau nenek menanam pohon mangga yang berbuah lebat dan seenak ini
rasanya,” ujar si pemuda sambil terus malahap mangga itu.
Dengan tersenyum, nenek menjawab, “Makanya
sering-seringlah menjenguk Nenek, Nenek rindu cucu nenek yang nakal dulu. Pohon
mangga itu sebenarnya bukan Nenek yang menanam. Kamu mungkin lupa, waktu kecil
dulu, setelah menyantap buah mangga kamulah yang bermain melempar-lempar biji
mangga yang telah kamu makan. Nah, ini hasil kenakalanmu, telah tumbuh menjadi
pohon mangga dan sekarang sedang kamu nikmati buahnya.”
“Sungguh, Nek? Buah mangga ini hasil
dari kenakalan waktu kecilku dulu yang tidak disengaja? Wah, hebat sekali. Aku merasa
tidak pernah menanam, tetapi hasilnya tetap bias aku nikmati setelah sekian
tahun kemudian, benar-benar sulit dipercaya.” Si pemuda tertawa gembira sambil
menyantap dengan nikmat mangga di hadapannya.
Nenek melanjutkan berkata, “Cucuku,
walaupun engkau tidak sengaja melempar biji manggadi halaman itu, teteapi bila
tanah lahannya subur dan terpelihara, dia tetap akan tumbuh. Dan sesuai hokum alam,
saat musim buah tiba, dia pasti akan berbuah. Sedangkan rasa buahnya manis atau
tidak adalah sesuai dengan bibit yang kita tanam.”
Malam hari, si pemuda merenungkan
percakapan dengan neneknya. Karena merasa penasaran,diambilnya biji buah mangga
sisa di meja dan dibelahnya menjadi dua. Dia ingin tahu sebenarnya apa yang ada
di dalam biji mangga itu sehingga biasa menghasilkan rasa manis yang membedakan
dengan biji buah mangga yang lain. Ternyata, dia tidak menemukan perbedaan
apapun.
Melihat tingkah si cucu, sang nenek
menyela, “Cucuku, semua biji buah, tampaknya dari luar sama semua. Tetapi,
sesungguhnya unsur yang ada di setiap biji buah itu berbeda, perbedaan itulah
yang akan menghasilkan rasa, aroma, dan warna setiap pohon mangga berbeda pula.
Semua tergantung inti buahnya. Cucuku, demikian pula dengan manusia, tampak
luar, setiap manusia adalah sama tetapi yang menentukan dia bias berhasil atau
tidak adalah kualitas unsure-unsur yang ada di dalamnya. Nah, ternyata alam
mengajarkan banyak kepada kita. Bila ingin hasil yang baik, harus memiliki unsure
kualitas yang baik pula, apakah kamu mengerti?”
“Terima kasih, Nek. Saya sungguh
bersyukur memutuskan dating kesini, semua ucapan nenek akan saya jadikan bekal
untuk lebih giat belajar dan membenahi diri agar hidup saya lebih berkualitas,”
ucapnya sambil memeluk tubuh rapuh sang nenek.
Hukum alam pada kisah nenek dan
cucunya tadi mengajarkan kepada kita dua hal. Pertama, apa yang telah
kita tabor, entah disengaja atau tidak, diingat atau dilupakan, entah kapanpun
juga, hokum alam mengajarkan, kita pasti akan menuai hasilnya.
Kedua, manusia mempunyai kemiripan dengan inti biji buah mangga, tampak
luar sama, tetapi kualitas unsur yang ada di dalam inti buahnya yang membedakan
rasa, aroma, dan warna si buah mangga. Demikian juga dengan manusia, kualitas
mental yang di dalam yang membedakan dan menentukan keberhasilan manusia di
masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar